

Saya sendiri di minggu-minggu awal WFH sempat mengalami beberapa kendala dan mencoba beberapa cara agar kerja bisa tetap optimal. Cara yang dicoba, mulai dari upgrade layanan internet, menata ulang kamar kost supaya ada ruang yang lebih nyaman untuk kerja dan untuk yoga sederhana, hingga membeli pernak-pernik dekorasi kamar agar suasana lebih fresh, beda dari sebelumnya. Kamar kost yang tadinya hanya sebatas tempat untuk istirahat kini bisa merangkap banyak fungsi.
Proses adaptasi juga dilakukan oleh teman-teman yang tinggal di rumah bersama keluarga. Kesulitan yang mereka alami adalah sulit mencari ruangan yang kondusif untuk bekerja. Ruang atau pojok kerja ini menjadi penting karena WFH artinya kita harus sering-sering conference call atau online meeting. Pojokan rumah yang selama ini hanya untuk meletakkan pajangan akhirnya ‘disulap’ menjadi ruang kerja lengkap dengan monitor layar besar layaknya di kantor.
Kebiasaan baru ini sedikit banyak telah mengubah cara pandang kita tentang gambaran sebuah tempat hunian. Rumah yang tadinya cenderung lebih ke urusan-urusan domestik, seperti tempat untuk istirahat, berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara, kini berubah sedemikian rupa menjadi lebih terbuka dan dinamis.
Ini adalah alasan mengapa Sucor Extreme Team memilih tema hunian dan sektor properti untuk On-The-Ground (OTG) kali ini. Sejauh mana kebiasaan baru era Covid-19 mempengaruhi keputusan kita dalam memilih sebuah hunian dan apakah ke depannya hal tersebut akan mempengaruhi sektor properti secara umum? Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap terkait dengan pasar properti selama pandemi ini, kami melakukan survei baik kepada customers maupun kepada agen properti dari sisi penjual serta beberapa mortgage manager (Sales KPR) dari beberapa bank yang berbeda.
WFH lebih efektif
Hasil survei menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden mengaku bisa WFH dengan efektif. Terlepas dari kendala-kendala yang dialami selama WFH, seperti banyaknya gangguan di rumah atau koneksi internet yang kurang stabil, mereka mengaku lebih nyaman WFH dengan alasan tidak lagi harus menghabiskan waktu dan tenaga terjebak dalam kemacetan menuju ke kantor. Selain itu mereka juga mengaku menjadi lebih hemat dan memiliki waktu lebih bersama keluarga.
Mereka yang memiliki karyawan (employers) mengatakan ke depannya bersedia untuk terus memberikan ijin karyawannya bekerja dari jarak jauh atau WFH dengan melakukan penyesuaian gaji. Akan tetapi dari sisi karyawan sendiri, apabila harus dilakukan penyesuaian atau pengurangan gaji, 80% dari responden mengatakan lebih memilih untuk tetap bekerja dari kantor daripada harus mengalami pengurangan gaji.

Menariknya, 82% dari mereka mengatakan masih tinggal bersama orang tua. Ke depannya ketika akan memutuskan untuk memilih hunian sendiri, lokasi yang paling banyak diminati adalah wilayah Jakarta dan Tangerang dengan ukuran rumah dibawah 150m2 dan harga sekitar Rp 800 juta.
Selain dari wilayah Jabodetabek, hasil survei juga menunjukkan bahwa Bali, Surabaya dan DI Jogjakarta menjadi kota-kota yang paling diminati berikutnya.


Dari survei yang kami lakukan terhadap sejumlah agen properti, dapat disimpulkan bahwa dari Maret hingga Juni penjualan properti mengalami penurunan tajam, 60-70% secara rata-rata. Harga rumah second anjlok hingga 40-50%, khususnya rumah second dengan harga premium. Sementara harga rumah baru diskon sebesar 10-15%. Namun, sejak adanya pelonggaran PSBB, permintaan terhadap properti khususnya di pasar primer mulai meningkat, dan jumlah customers yang bersedia untuk datang survei rumah pun terus bertambah. Hal tersebut didorong oleh banyaknya promo-promo menarik dan gimmick yang ditawarkan para developer, seperti subsidi DP (Down Payment), cashback, free perlengkapan rumah seperti AC, TV, Kulkas dll yang membuat transaksi untuk properti baru terlihat lebih menarik. Namun, kenaikan penjualan ini belum begitu terlihat di penjualan rumah second.



Untuk metode pembiayaan properti, sebagian besar responden memilih dengan menggunakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) baik untuk rumah baru maupun rumah second. Hasil survei menunjukkan 59% responden lebih memilih menggunakan KPR, diikuti oleh 30% yang memilih untuk membayar tunai secara bertahap dan hanya ada 10% yang memilih membayar dengan ‘cash keras’. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa sebagian besar pembeli adalah end-users. Sementara orang-orang yang membeli dengan ‘cash keras’ biasanya adalah para investor atau orang tua yang membelikan properti untuk anaknya.
Sejak pandemi, syarat-syarat pengajuan KPR sendiri tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dari hasil diskusi kita dengan beberapa sales KPR dari beberapa bank yang berbeda, secara rata-rata syarat DP untuk KPR pertama adalah sekitar 10% dan untuk KPR kedua sebesar 15%, relatif sama dengan kondisi sebelum Covid. Akan tetapi, yang membedakan adalah proses screening yang dilakukan bank terhadap calon debitur menjadi lebih selektif. Pengajuan KPR yang dilakukan oleh calon debitur yang penghasilannya terkena dampak akibat pandemi, cenderung menjadi lebih sulit.
