Ramadan Rasa Anak Rantau
27 April 2020
"Masyarakat tahun ini dilarang mudik," ujar Presiden Joko Widodo beberapa hari menjelang bulan suci Ramadan.

"PSBB DKI Jakarta diperpanjang sampai dengan 22 Mei 2020," ujar Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Anies Baswedan setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berlangsung hampir 14 hari demi menghambat penyebaran COVID-19.

Tak lama kemudian muncul kabar bahwa pemerintah daerah Jawa Timur akan mengajukan PSBB ke pemerintah pusat karena pesatnya kenaikan jumlah pasien positif penyakit akibat virus korona itu.

Pekan lalu bahkan muncul perkembangan terbaru yang cukup memukul perasaan saya: seluruh penerbangan domestik dihentikan mulai 24 April hingga 1 Juni 2020 sebagai upaya pemerintah mencegah arus mudik.

Jadi, bagaimana cara pulang kampung ke Surabaya saat Lebaran ini? Benar meme yang beredar di media sosial bahwa 2020 adalah tahun yang sangat berat, begitu pula Ramadan tahun ini yang terasa berbeda buat saya.

...
Hari pertama puasa di Jakarta adalah momen ketika saya akhirnya benar-benar merasakan bagaimana jadi seorang anak rantau yang jauh dari keluarga. Biasanya setiap bulan Ramadan, ibu saya datang ke Jakarta untuk menemani sahur dan buka puasa. Namun kali ini, wabah COVID-19 mencegahnya untuk berkunjung. Saya juga memutuskan untuk tidak mengunjungi kedua orang tua demi menjaga mereka dari risiko tertular penyakit tersebut.

Sedih memang, namun untungnya sudah lima bulan terakhir saya tinggal bersama sahabat yang beragama Hindu. Awalnya khawatir apakah saya akan mengganggu waktu istirahatnya bila saya bangun tengah malam menyiapkan makan sahur. Ternyata itu cuma di pikiran saya saja. Sahabat saya dengan senang hati ikut bangun dan makan sahur bahkan berpuasa layaknya seorang Muslim demi menghargai saya. Dia juga tidak pernah lupa mengingatkan saya untuk menjalankan ibadah salat.

Sebelumnya, ia juga menjalankan ibadah selama Hari Raya Nyepi bersama saya di Jakarta setelah rencana kami pergi ke Bali untuk menyaksikan pawai ogoh-ogoh dan merasakan suasana Nyepi harus kandas. Penerbangan kami dibatalkan hingga tiga kali akibat COVID-19 yang semakin mewabah. Dia juga menceritakan kabar dari keluarganya di Bali bahwa pawai ogoh-ogoh di Pulau Dewata itu telah dibatalkan. Nyepi tahun ini juga sangat berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

...
Kondisi yang memaksanya menjalankan ibadah Nyepi di apartemen kami membuat saya bingung. Apa yang akan saya lakukan ketika dia harus berpuasa selama 24 jam, diam saja di kamarnya, tidak menyalakan televisi, dan bahkan mematikan lampu kamarnya sepanjang malam? Apakah saya yang seorang ekstrovert ini harus ikut juga melakukan hal yang sama? Ternyata tidak. Saya masih bisa tetap menyalakan kompor untuk memasak, menonton televisi, dan mendengarkan lagu-lagu sementara ia menyendiri di kamarnya.

...
Pengalaman merasakan Ramadan dan Nyepi sambil karantina diri sendiri akibat wabah penyakit ini memberikan saya pandangan baru mengenai indahnya dan damainya toleransi. Senangnya memiliki teman bercerita dan menderita dalam karantina walaupun banyak perbedaan di antara kami. Semua perbedaan itu terasa tak begitu penting lagi karena kami bersama-sama menghadapi situasi yang berat dan kadang membuat frustrasi ini.

Ramadan kali ini memang sungguh berbeda bagi saya, dan mungkin bagi banyak umat Muslim lainnya di seluruh penjuru dunia. Namun, saya yakin tak ada makna yang berubah. Ramadan tetaplah bulan suci yang menguji kesabaran, yang menunjukkan pengampunan, yang memberikan kasih sayang dan pengertian bagi seluruh umat. Ramadan kali ini tetaplah sakral dengan caranya sendiri. Memang saya jadi tak bisa berkumpul dengan keluarga, namun keputusan ini menjadi pengingat betapa saya sangat menyayangi mereka dan hanya menginginkan mereka sehat dan bahagia.

Semoga bulan Ramadan yang sakral ini dapat menjadi berkah bagi seluruh umat manusia. Semoga pendemi COVID-19 di bulan ini mencapai titik puncaknya untuk kemudian melandai dan hilang dari muka bumi. Ibarat grafik saham, semoga Ramadhan yang penuh ujian ini menjadi titik bottom out bagi kita semua sehingga setelahnya kita akan kembali bangkit dengan kuat dan beraktivitas dengan normal seperti sedia kala. Badai pasti berlalu. This too shall pass.

...
Written by Ainie Partono
List of Authors
Subscribe
Get up-to-date information by signing up for our newsletter
Contact Us
We are happy to answer any questions you may have
Address
Sahid Sudirman Center
Jalan Jend. Sudirman Kav.86, Lantai 12
Karet Tengsin, RT.10/RW.11
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
10220