Yang Penting Ramai-Ramai
03 November 2022
...
Belum lama ini kita dikagetkan dengan kecelakaan massal yang menewaskan setidaknya 155 orang pada perayaan Halloween di Korea Selatan. Bahkan, hal ini dianggap sebagai tragedi paling mematikan yang paling mematikan yang pernah terjadi di seluruh dunia, setidaknya dalam 1 dekade terakhir. Sampai sekarang, penyebab utama insiden tragedi Itaewon juga masih belum diketahui, masih banyak teori yang diutarakan di publik, yang pasti mulai ada saksi yang mengatakan bahwa pada saat kejadian mulai banyak yang mengatakan “Dorong! Dorong! Kita lebih kuat”

Apalagi, setelah 2 tahun lebih melewati pandemic, tanpa sadar kita jadi lebih suka tempat yang relatif lebih sepi, selain lebih tenang tentunya resiko penularan virus apapun jadi lebih minimal.

Jika efek keramaian yang tidak teratur dapat membawa bencana di kehidupan nyata, bagaimanakah efek keramaian di kehidupan finansial. Bukankah ini adalah topik yang tidak habis-habisnya? Begitu banyak cerita dari investor ritel yang katanya kena “peer pressure” (baca: pom-pom) dari begitu banyak  netizen dan influencer. Bahkan, Netflix sampai mengeluarkan short series Eat The Rich: The Gamestop Saga yang membahas kekuatan massa dengan seorang jendral virtual (Roaring Kitty) yang mampu membuat salah satu jagoan Wall Street rugi besar pada posisi short, sampai-sampai Robinhood, platform yang paling banyak digunakan oleh investor ritel kala itu, mematikan tombol “BUY”, para investor ritel hanya diberikan opsi “SELL” pada saham Gamestop. Walaupun, setelah kejadian tombol beli hilang,  banyak sekali investor ritel yang akhirnya ikutan rugi. Jadi, apakah benar ramai-ramai itu asyik di investasi?

Sebenarnya, akhir-akhir ini media sosial dan media massa mulai diramaikan dengan topik yang terus diulang-ulang: Inflasi, Resesi, Crash, Depresi, Inflasi, Kiamat, dll. Terlepas benar atau tidaknya semua analisa yang sedang ramai disampaikan, satu prinsip utama: pemenang itu selalu minoritas. Buktinya, 1% populasi menguasai lebih dari 80% dari kekayaan negara atau bahkan dunia. Jika menggunakan prinsip ini, bisa jadi analisa atau strategi yang membawa cuan maksimal adalah analisa yang non-konsensus dan jarang disampaikan (atau dianggap gila oleh mayoritas).

Jujur saja, seringkali kita merasa telah mengambil keputusan yang buruk. Kenapa? Karena sehebat-hebatnya otak kita, itu tidak diciptakan utuk berfungsi pada situasi yang kompleks dan stress tinggi. Belum lagi, tanpa kita sadar otak kita masih menyimpan cetakan pre-historis. Walaupun, kita sudah tidak lagi harus takut dengan serigala atau binatang buas lain ketika pergi ke kantor, area otak yang sama akan aktif ketika dihadapkan dengan resiko kerugian investasi (risk aversion bias). Belum lagi, Halloween Strategy yang lagi dipromosikan gencar oleh rekan-rekan saya di Sucor Sekuritas, mungkin bisa dibilang ini agak lawan arus dari konsensus yang mengatakan: simpan uang, jangan beli saham, 2023 resesi.

Pola musiman di pasar modal sebenarnya sudah banyak jadi penelitian menarik para akademisi. Ada yang menemukan bahwa investor lebih suka berinvestasi pada musim semi, dimana mengikuti kebiasaan leluhur kita yang suka memupuk banyak makanan pada musim semi menjelang musim dingin. Belum lagi, ada penelitian yang menemukan bahwa imbal hasil investasi cenderung lebih rendah pada musim yang mendung (gloomy), yang mana dimotori oleh rasa enggan investor untuk mengambil resiko pada musim yang tidak cerah. Bukankah ini menunjukkan bahwa kita adalah makhluk emosional? Alias kita bukan makhluk rasional yang dijelaskan pada buku dasar ilmu ekonomi.

Ditengah hitsnya saham batubara sejuta umat, saya teringat banyak ucapan yang dulu mengatakan bahwa investor ritel sudah trauma dengan saham batubara hits tersebut, karena banyak yang rugi besar karena saham itu. Namun, saat ini saham batubara sejuta umat ini malahan tetap paling ramai dibahas, seolah-olah punya daya hipnotis yang kuat. Intinya, kita ini makhluk emosional kan, saya pun juga jujur menikmati adrenalin ketika membahas dan membeli saham ini, efek peer-pressurenya jelas ada.

Sebagai penutup, izinkan saya bercerita tentang karya lukisan yang amat terkenal, Mona Lisa. Banyak orang beranggapan bahwa lukisan ini sebagai puncak keunggulan artistik. Sehingga, agak mengejutkan ketika saya mengetahui bahwa lukisan itu baru mulai dikenal sejak tahun 1911, ketika lukisan itu dicuri dari Museum Louvre. Selama 2 hari, bahkan tidak ada yang menyadari bahwa lukisan Mona Lisa itu sudah hilang dari Museum. Setelahnya, banyak media mengabarkan “sensasi” tentang hilangnya lukisan Mona Lisa, yang mungkin saat itu orang baru tau ada lukisan Mona Lisa dari berita heboh pencurian Museum Louvre

2 tahun kemudian, ketika lukisan itu berhasil dikembalikan ke Museum, banyak orang baru berbondong-bondong antri untuk melihat lukisan itu. Bisa saja, alasan utama orang lihat lukisan itu bukan karena canggihnya teknik lukisan Mona Lisa, tetapi karena hebohnya berita pencurian, sehingga kita jadi “familiar” dan penasaran.

Bukankah ini sama seperti perjalanan kita di pasar saham? Seringkali kita baru memuji “fundamental” dan “valuasi” emiten ketika sahamnya sudah naik banyak dan mendadak viral dibahas sana sini, di saat itu jiwa serakah kita baru muncul. Bukankah waktu terbaik beli saham adalah ketika sepi, jarang dibahas, atau dihindari.

Semoga kita semua punya cara masing-masing buat menyaring kebisingan informasi yang ada di luar sana, salah satu caranya bisa dicoba dengan memberikan pertanyaan yang dasar dan material. Contoh: ketika melihat saham teknologi dan bank digital berguguran , kita bisa mulai bertanya apa sih sebenarnya bank digital? Bedanya apa sama bank konvensional? Apa bisnisnya beda? Ga usah pusing mikir jawaban atas pertanyaan itu, rekan saya dari Sucor Sekuritas sudah sangat berbaik hati mencoba menjawab pertanyaan ini.

https://bit.ly/BBYB_redefiningdigitalbanking

Tips: kalau kalian ingin menemukan opini non-konsensus dan saham-saham yang masih jarang dibahas namun bagus fundamental dan prospeknya, jangan lupa sering-sering kepoin riset sucor sekuritas. Kalau belum punya rekening, langsung saja ke eform.sucorsekuritas.com. Setelah rekening jadi, cepat-cepat tagih laporan riset sucor terbaru, jangan-jangan itu saham potensial 2023.

Written by Jason Gozali
List of Authors
Subscribe
Get up-to-date information by signing up for our newsletter
Contact Us
We are happy to answer any questions you may have
Address
Sahid Sudirman Center
Jalan Jend. Sudirman Kav.86, Lantai 12
Karet Tengsin, RT.10/RW.11
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
10220