

Dan berbicara soal power, baru-baru ini ada berita yang lumayan bikin geger.
Seorang pemilik rumah di Pondok Indah, yang cukup berada dan sudah separuh baya, sempat viral di media sosial. Pasalnya, sang bapak melakukan aksi penodongan pistol dan membentak-bentak seorang pekerja bangunan yang terlihat heran dan takut dari penodongan tersebut.
Cuplikan sekilas ini sepertinya direkam oleh teman dari sang pekerja yang melihat kejadian tersebut. Terlihat Om berbaju kuning berteriak dan marah-marah sambal menegur keras, “gak ada alasan!”
Mungkin peristiwa yang terjadi ini sangat tidak biasa, bisa dibilang, di kalangan kita para orang Indonesia. Berbeda dengan teman-teman di Amerika, yang populasi senjata api per kapita lebih tinggi dari jumlah populasi, seharusnya di Indonesia jarang sekali konflik berhubungan dengan senjata api. Namun, tidak demikian dalam kasus ini.
Sangat disayangkan. Mungkin karena si Om sedang emosi, melihat bertapa pelannya pengerjaan dari renovasi rumah tersebut, atau mungkin lantainya terlalu miring ke satu sisi, sampai air menggenang. Keluarlah sang penakluk dari sabuk, menodong pekerja yang terlihat masih sangat muda.
Tentunya kronologi dari kejadian ini pun saya tidak tahu pasti. Bisa jadi si pekerja menyinggung, atau bahkan merugikan secara finansial, sampai memicu emosi.
Tetapi menodongkan pistol untuk ancaman menghilangkan nyawa, apapun alasannya selain dari aksi bela diri, sepertinya terlalu berlebihan.
Apalagi untuk urusan sepele. Seorang teman bercerita katanya alasan emosi si Om Koboi adalah karena bising pengerjaan bangunan yang mengganggu tetangga. Dan beliau merupakan tetangga di samping rumah.
Terlepas dari apa dan bagaimana, saya paham pasti mengontrol emosi itu bukan hal yang remeh.
Apa lagi kita semua sebagai investor saham, mungkin salah satu kaum yang emosinya suka diaduk-aduk oleh Mr Market. Baru cut loss, lihat flexing di medsos. Langsung mules.
Saat kita dipojokkan oleh suatu hal diluar kendali kita, sering kali kita bertindak yang tidak seharusnya. Terlebih-lebih lagi saat market terjun bebas, panik mudah terjadi, dan kita mengambil keputusan yang salah.
Tentunya, hal terakhir yang kita semua inginkan di saat menghadapi situasi yang berat, adalah tidak tahan emosi. Opa Buffet sering berkata bahwa, hanya cukup 5 menit untuk kita kehilangan reputasi. Selain dari kerugian finansial, misalnya, pasti kita tidak mau terkenal menodong orang lain.
Seorang teman yang juga merupakan investor handal yang melihat klip sederhana ini mengatakan kepada saya: Kisah sederhana ini mengingatkan kita semua bahwa sangat mudahnya manusia terbawa oleh sebuah kebiasaan.
“We are the Creature of Habits.”
Lesson learned, berhati-hatilah dengan kebiasaan kita.
Baru saja pulang dari fitness, misalnya, kita merasa lebih fit. Baru saja sepedaan berkilo-kilo misalnya, kita langsung posting di social media dan merasa habit kita yang baru membuat kita berpikir “this is who I am.” Tentunya, jika seperti contoh ini, kebiasaan kita bisa membantu diri untuk membangun outcome yang lebih positif.
Belajar dari kasus yang sangat disayangkan di atas, saya ingin memakai ini sebagai momen untuk refleksi. Saya berpikir, ada saja momen dalam hidup di mana saya sering marah-marah dan sok berkuasa. Hal ini sangat berbahaya, karena tipe tindakan dan perilaku kita sebenarnya adalah suatu voting untuk menjadi tipe orang macam apakah kita.
Satu tindakan tidak menentukan belief kita, namun akumulasi tindakan dan perilaku kita akan menjadi identitas kita (dan sebaliknya). Hasilnya, tindakan sok kuasa bisa saja memicu kita untuk tergelincir dan akhirnya memeluk identitas di mana kita merasa memiliki derajat di atas orang lain. Jika dibiarkan, akan berujung pada tindakan ekstrim. Habit sudah ada. Hanya butuh dorongan kecil untuk menjadi koboi.
Apa lagi kita sebagai investor, sangat penting bagi kita untuk mengontrol kebiasaan kita, atau kata lainnya “internal weather“.
Seorang penulis yang ingin saya quote pada kesempatan ini, ZEN-PONIJAN LIAW & ANDREW HO mengatakan bahwa, kebiasaan terbentuk dari pikiran kita. Sedikit, demi sedikit, apa yang di pikiran kita dapat mengubah hidup.
Dikutip dari buku Unleash Your Inner Power with Zen: 50 Kisah Zen untuk Memaksimalkan Potensi Diri, tertulis kalimat berikut
“Berhati-hatilah dengan pikiranmu, karena ia akan menjadi ucapanmu;
Berhati-hatilah dengan ucapanmu karena ia akan menjadi tindakanmu;
Berhati-hatilah dengan tindakanmu karena ia akan menjadi kebiasaanmu;
Berhati-hatilah dengan kebiasaanmu karena ia akan menjadi karaktermu dan;
Berhati-hatilah dengan karaktermu karena ia akan menjadi takdirmu…”
Selain dari akses ke senjata api, mungkin saja ini adalah masalah kebiasaan.
Sebelum menjadi Koboi, alangkah baiknya kita menahan amarah dari hal paling mudah. Disaat hampir keserempet mobil sebelah, misalnya. Atau berusaha mengambil keputusan investasi dengan berhati-hati, dan tidak terjerat FOMO, disaat dana yang kita kembangkan masih sedikit.
Toh ini melatih kita disaat kita diberikan tanggung jawab lebih besar.

Memilih Menjadi Trader bahagia
F.I.R.E
Adakah Jalan Pintas Menuju Financial Freedom?
Kembali Menikmati Kesendirian