KONTAN.CO.ID - Jakarta. Masa penawaran umum saham perdana PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA) telah dimulai sejak kemarin Rabu 10 Desember 2025. Initial public offering (IPO) SUPA dengan valuasi murah menyebabkan harga saham bank digital lain melemah. Lalu, apakah saham bank digital di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut layak beli atau saatnya jual?
Pergerakan saham-saham bank digital cenderung melemah dan kurang atraktif pada perdagangan . Sentimen yang menekan ini dipicu oleh valuasi SUPA yang terbilang kompetitif, sehingga membuat sebagian investor menahan minat pada saham bank digital lainnya
Hingga akhir perdagangan Rabu (10/12/2025), mayoritas saham bank digital bergerak turun atau stagnan, meskipun beberapa emiten masih mampu mencatat kenaikan.
PT Bank Jago Tbk (ARTO) ditutup menguat 1,46% menjadi Rp 2.080 per saham, namun dalam sepekan tetap terkoreksi 0,95%. PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) melesat 6,48% ke Rp 460 per saham dan telah naik 111,01% sejak awal tahun.
Sebaliknya, PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) turun 2,68% menjadi Rp 1.455 per saham dan melemah 2,02% dalam sepekan. PT Krom Bank Indonesia Tbk (BBSI) juga turun 0,26% ke Rp 3.900, dengan penurunan mingguan mencapai 1,02%.
Valuasi SUPA Dinilai Murah, Berpotensi Tekan Saham Bank Digital Lain
CEO Sucor Sekuritas, Bernadus Wijaya, menilai harga penawaran SUPA di Rp 635 per saham mencerminkan PBV sekitar 2,64 kali—lebih rendah dibanding kompetitor di sektor bank digital. Ia menyebut valuasi SUPA sebagai salah satu yang paling murah di kelasnya.
Sebagai perbandingan:
- PBV ARTO: 3,30 kali
- PBV BBHI: 4,28 kali
- PBV BBSI: 4,16 kali
- PBV BBYB: 1,49 kali
Bernadus menilai valuasi yang rendah membuka peluang terjadinya re-rating apabila Superbank mampu mengeksekusi strategi pertumbuhan dan mengoptimalkan ekosistem digital yang dimilikinya.
“Valuasi SUPA saat ini konservatif. Ini memberi peluang bagi investor yang ingin masuk lebih awal sebelum valuasi menyesuaikan dengan kinerja,” ujarnya.
Potensi Koreksi Bank Digital Ber-valuasi Tinggi
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menyatakan valuasi SUPA terlihat murah, terutama jika dibandingkan bank digital di kelas KBMI 2. Dengan kondisi tersebut, menurutnya ada potensi koreksi bagi bank digital yang sudah berada di valuasi premium.
“Otomatis bisa bikin pasar re-rating sektor,” jelas Wafi.
Kendati demikian, Wafi menilai tidak semua saham bank digital kehilangan daya tarik fundamental. ARTO dan PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) masih menarik berkat kekuatan dan integrasi ekosistemnya. “Jarang bank digital yang sukses tanpa ekosistem kuat,” tegasnya.
Beberapa Bank Digital Tetap Menarik Secara Fundamental
Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, menyebut valuasi banyak bank digital memang lebih mahal dibandingkan SUPA. Namun, ia menilai fundamental Superbank cukup kuat dengan ekosistem yang mendukung pertumbuhan kinerja.
Indy menambahkan bahwa beberapa saham ber-valuasi tinggi tetap menawarkan potensi pertumbuhan, terutama BBHI yang dinilainya mampu memanfaatkan ekosistem digital dengan baik.
“Saya lihat BBHI juga cukup kuat memanfaatkan ekosistem digital,” ujarnya.
Check news here!