

Rute kami amatlah menarik. Dari Jogja, kami pergi ke Candi Prambanan, melihat seni arsitektur dan ukiran, serta menaiki jeep di Gunung Merapi. Hari kedua, kami menjelajahi Gunung Kidul, dari Gua Pindul ke pantai Wedi Ombo dan Watu Lumbung. Saat matahari mulai terbenam, kami pun memutuskan untuk pergi ke Pinus Pengger. Ini adalah keputusan yang amat baik.
Hutan pinus yang tumbuh rimbun ini berada di bukit, dengan pemandangan yang menakjubkan. Dari tebing kita bisa melihat lembah, sawah-sawah, bukit dan kota Jogja. Udara dan suasana yang asri, ditambah dengan matahari terbenam yang keemasan dan cahayanya yang berkilauan menembus pohon dan daun terasa amat magis. Kami menyaksikan bagaimana langit berubah warna dari tinggi dan terang, menjadi semburat warna biru, merah, oranye sampai ungu. Lalu matahari hilang dari pandangan dan menjadi hitam pekat.
A million dollar view. Sungguh kontras dengan harga tiket masuk yang hanya seharga Rp. 3,000. Kalau mau pakai istilah Value for Money, jelas saya mendapat manfaat maksimal dari uang yang saya keluarkan.
Di Jakarta, uang Rp 3.000 saya mungkin hanya mendapatkan sebotol air mineral atau satu buah pisang. Di hutan pinus nan indah ini, dengan harga Rp. 3,000, saya dan teman-teman mendapat pengalaman yang berharga.
Pertama, kita bisa menghirup udara bersih yang saat masuk ke dalam paru-paru langsung memberi energi pada tubuh dan meningkatkan sistem imun.
Di Jepang, ada kebiasaan yang dinamakan Forest Bathing atau Shinrin-yoku Forest Therapy. Mereka percaya bahwa saat kita berada di tengah hutan, dikelilingi pohon-pohon, menikmati suasananya dan bernapas panjang, maka ini akan memberikan manfaat bagi tubuh. Manfaatnya antara lain, mengurangi stres, menurunkan tekanan darah, mempercepat proses penyembuhan, meningkatkan kemampuan otak untuk fokus dan memperbaiki pola tidur. Inilah yang kami lakukan di hutan Pinus Pengger.
Di sana juga ada macam-macam tempat foto, dari jembatan yang menghadap ke lembah, rumah-rumahan terbuat dari batang kayu, ayunan, dan telapak tangan raksasa. Kita menaiki tangga sederhana untuk melihat pemandangan dan duduk di samping pohon di atas papan kayu. Tidak perlu kemewahan atau harga yang mahal untuk membuat kenangan yang indah ini.
Seperti Pinus Pengger, kita bisa mencari investasi yang masih undervalued. Misalnya, saham perusahaan dengan harga yang masih rendah, dengan potensi yang tinggi. Atau perusahaan dengan aset kuat yang akan menghasilkan buah di masa yang akan datang. Kita bisa mencari dan membeli mutiara tersembunyi yang sesuai dengan profil risiko kita.
Tidak selalu harus membeli saham dari perusahaan yang sudah besar dengan penghasilan yang sudah stabil, meski saham-saham perusahaan seperti ini bisa menjadi investasi jangka panjang yang baik.
Maka dari itu, kita harus mengetahui tujuan dan profil risiko dalam berinvestasi. Lalu, belajar bagaimana cara menilai aset, membaca laporan keuangan dan melihat apakah potensi perusahaan bisa meroket.
Tidak hanya itu, penting juga untuk menganalisa pasar dan pesaing-pesaing, karena industri berbeda memerlukan analisa yang berbeda. Misalnya, menilai sebuah perusahaan bisa melalui biaya penggantian, transaksi preseden yang sebanding dengan perusahaan publik yang lain, atau proyeksi arus kas masa depan. Ini adalah yang biasa disebut Analisis Fundamental.
Setelah kita sudah menentukan perusahaan yang memiliki potensi baik untuk bertumbuh, kita bisa lanjut ke langkah selanjutnya, yakni Analisis Teknikal. Di sini kita harus melihat grafik dan melihat performa mereka di bursa saham. Ini adalah salah satu cara untuk mencari mutiara tersembunyi.
Kembali ke kisah perjalanan singkat saya, memang mudah untuk sekadar menjelajah kota atau tempat wisata yang sudah terkenal. Atau ke pusat perbelanjaan setempat dan belanja sepuasnya. Tapi, jika saja kita mau bersusah-payah sedikit dan melakukan riset, bisa jadi kita akan berakhir di tempat indah seperti Pinus Pengger ini.
Ditulis oleh Elaine Wangsawidjaja, Juris Doctor, 2 Agustus 2019