


Lynda Berry

Jujur, topik dokumenter ini sangat dekat dengan saya yang pekerjaan sehari-harinya adalah memantau pergerakan berbagai akun media sosial kantor alias sebagai Digital Marketing. Film itu membahas pengakuan para bekas karyawan di industri media sosial alias medsos yang sudah sampai tahap kecanduan medsos. Sudah akut.
Mereka merasa tidak bisa berkomunikasi secara lancar selama bertatap muka, misalnya ketika makan malam bersama keluarga, tidak bisa fokus membangun keluarga, tidak bisa bermain dan ngobrol bersama anak karena selalu melihat ponselnya.
Dampak buruk medsos juga dirasakan para generasi muda. Film dokumenter tersebut menggambarkan bagaimana remaja perempuan lebih mendengarkan komentar negatif dari netizen di platform media sosial dan selalu menganggap dirinya kurang. Bekas karyawan Google, Tristan Harris, di film itu mengatakan: “It's not just that it's controlling where they spend their attention, especially social media start to dig deeper and deeper down into the brain stem and take over kids’ sense of self-worth and identity”.
Jonathan Heidt, PhD, penulis buku The Righteous Mind: Why Good People Are Divided by Politics and Religion, juga menjelaskan bahwa di tahun 2011-2013 ke atas ada peningkatan jumlah remaja Amerika yang mengalami depresi dan anxiety yang memicu tindakan bunuh diri. Kasus bunuh diri akibat jempol netizen ini sudah beberapa kali terjadi dan bahkan menimpa public figure, seperti yang terjadi di Korea Selatan.





Saya melihat di circle saya sendiri, bahwa setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda untuk detox medsos. Ada yang cukup unfollow/mute akun yang tidak disukai, ada yang memang tidak pernah lagi cek feed medsos meskipun akunnya masih aktif, ada juga yang mengambil langkah ekstrem nan berani: hapus dan deactivate semua akun.
Para bekas karyawan perusahaan medsos di film The Social Dilemma memang menyarankan untuk mengurangi konsumsi medsos, salah satunya dengan cara mematikan semua notifikasi, disiplin diri untuk bermedsos ria selama 1 jam sehari saja, mulai bahas topik secara offline, dan buat jadwal untuk bertemu kolega, sahabat atau keluarga tiap akhir pekan. Semacam terapi pelan-pelan tapi tetap seru.
Cara lain yang menurut saya bisa coba diterapkan adalah dengan mengaktifkan fitur pengingat screen time di ponsel kita masing-masing. Apple, misalnya, sudah memiliki fitur ini yang bisa kita gunakan untuk mengontrol durasi kita berselancar di internet.

Jadi, apa kamu siap enggak FOMO dan detox medsos?

A Beautiful Mind di Tengah Konflik Ukraina
Mendadak Dikejar Zombie
Beli Rumah untuk Investasi? Think Again.
In Compound Interest We Trust