Belakangan ini, istilah
quiet
quitting sangat ramai dibicarakan di media sosial. Untuk para pembaca yang
belum pernah mendengar istilah ini,
quiet quitting adalah kondisi dimana
para pekerja berhenti melakukan hal yang ekstra dalam pekerjaan mereka.
Alasannya bisa
bermacam-macam, bisa dikarenakan mereka merasa bahwa mereka tidak mendapatkan
kompensasi yang sesuai dengan
effort yang mereka kerjakan, atau karena
mereka ingin keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi. Banyak juga
diantara mereka yang berada dalam posisi
burnout dengan pekerjaan yang
mereka lakukan.
Menurut survey Gallup,
di Amerika Serikat, 50% dari kalangan pekerja merupakan
quiet quitters.
Angka yang cukup mencengangkan untuk saya. Yang lebih fantastis lagi, angka ini
semakin tinggi diantara kalangan pekerja berusia 35 tahun kebawah, usia dimana
seharusnya kita sangat produktif. Alangkah sayangnya jika kita membuang waktu
mayoritas produktif kita untuk melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan
misi personal kita, dan malah menghabiskan energi dan mental kita!
Ada banyak pendapat di
luar sana yang menyatakan bahwa kita bisa saja bekerja tanpa
effort
ekstra dan tidak sesuai dengan passion atau tujuan hidup yang kita miliki, dan
saya setuju. Tidak ada satu jalan yang benar dalam cara orang menjalankan hidup
mereka.
Sejak awal saya mulai
berkarir, saya merasa sangat terinspirasi oleh kisah perjalanan karir ayah
saya. Beliau adalah seorang
engineer, computer dan
electrical
engineer tepatnya, yang memulai karirnya di Dunia Fantasi sejak pertama
kali Dufan dibuka hingga pada puncaknya dimana beliau berpindah ke lini swasta.
Dan seterusnya, beliau terus-menerus meniti karir di
field yang sama,
yaitu
theme park entertainment hingga sering sekali mendapatkan pendidikan
langsung di Disney World, Florida.
Yes, I am a proud daughter.
Beliau telah membangun
banyak sekali
theme park dan
family entertainment centers di
Indonesia, bahkan turut membangun franchise terbesar
theme park di
indonesia yang berada di berbagai kota.
Hal ini sangat
menginspirasi saya dalam memilih pekerjaan yang ingin saya lakukan. Saya ingin
bahwa apapun yang saya lakukan, saya bisa memberikan
legacy yang kurang
lebih mirip dengan ayah saya. Beliau memiliki nilai-nilai yang sangat kuat, dalam
misi untuk memberikan pusat
entertainment bagi keluarga dan masyarakat
Indonesia yang nyaman dan aman. Saya cukup yakin, diantara para pembaca disini
pasti cukup banyak yang sempat merasakan peninggalan atau
legacy dari
apa yang ayah saya kerjakan.
That’s the career that I
want. Mungkin kedengarannya
egois atau bombastis, namun yah itu yang saya cari.
Whatever I do, I want to
leave a good legacy that people can find useful. Bahkan setelah saya tidak
lagi berkarir.
Setelah saya menikah dan
memiliki anak, saya menemukan
purpose utama saya dalam hidup, yakni
bertanggung jawab, merawat dan membesarkan anak-anak saya dan keluarga saya
hingga mereka dewasa nantinya. Namun beberapa tahun menjadi seorang IRT tanpa
berkarya membuat saya menyadari bahwa ada yang belum lengkap dari
purpose
hidup saya, yang baru saya temukan setelah saya belajar berinvestasi.
Sesungguhnya saya
meyakini bahwa berinvestasi merupakan salah satu cara untuk rakyat Indonesia
mampu menciptakan, mengembangkan, dan menjaga kekayaan yang mereka miliki agar
mereka bisa menikmati hidup mereka dengan menyenangkan. Betul bahwa investasi
bukan merupakan satu-satunya cara seseorang bisa keluar dari garis kemiskinan.
Namun berinvestasi dengan benar merupakan cara yang paling mudah untuk seseorang
bisa terus mencapai tujuan keuangannya tanpa harus terus-menerus mencari cara
untuk melipat gandakan pemasukannya.
Saya menemukan bahwa,
membantu dan memfasilitasi para investor Indonesia merupakan
purpose
hidup saya lainnya. Hal inilah yang membuat saya yakin tentang apa yang saya
lakukan setiap harinya.
It gives fire to my soul.
Mendengar apa yang
menjadi
headline belakangan ini, mulai dari ribuan orang yang tertipu
investasi bodong; kehilangan dana pensiun mereka di skema robot trading,
mengalami
wipeout di crypto
crash siklus ini, membuat saya makin
yakin bahwa apa yang saya lakukan merupakan sesuatu yang berguna. Setiap malam
ketika saya beranjak tidur, saya bisa mengatakan pada diri saya sendiri bahwa
saya telah membuat suatu perbedaan, sekecil apapun itu pada dunia ini.
Sering merasa capek
nggak? Sering! Tentu saja. Acara saya setiap harinya sangat penuh, mulai dari
mengurus anak-anak,
spending time dengan suami saya, hingga turut
membangun Sayakaya agar bisa terus memfasilitasi dan menjangkau investor di
seluruh Indonesia
. Sometimes I only get 5 hours of sleep. Tapi saya
tidak ingin berhenti, saya justru semakin hari semakin semangat dan makin
percaya pada misi yang saya lakukan.
Personally, saya berpikir bahwa
bekerja mengikuti
passion kita itu terlalu
overrated. Untuk saya,
ketika saya berkarir lebih penting bahwa saya melakukan pekerjaan yang saya
rasa memenuhi
purpose saya, dibandingkan jika saya hanya mengejar
paycheck
belaka. Saya juga meyakini bahwa berada dalam lingkungan yang turut memiliki
purpose
dan misi yang sama akan semakin mendorong kita untuk menikmati dan mewujudkan
misi hidup yang kita miliki lagi.
Purpose and proximity.
Jika karir yang kita
jalani saat ini memberikan 2 faktor penting ini, yaitu
purpose dan proximity
yang sesuai dengan prinsip kita, maka saya rasa akan lebih jarang generasi
muda yang mengalami burnout hingga harus melakukan
quiet quitting.
Passion
is overrated to me.
Namun, menjalani karir
yang penuh dengan misi, bersama-sama dengan lingkungan yang memiliki misi
senada, akan membuat perjalanan karir kita jauh lebih berarti dan menyenangkan.
Apalagi dengan fakta bahwa manusia pada umumnya akan menghabiskan sepertiga
usia mereka dalam pekerjaan mereka. Kalau saya pribadi, akan lebih ingin
meninggalkan legacy karir yang bisa dibanggakan oleh anak-anak saya nantinya.
Since we only have one
life, let’s make it count!“The mystery of human
existence lies not in just staying alive, but in finding something to live for.”