

Namun, secercah harapan pun muncul dari Surabaya. Beberapa bulan terakhir jumlah penambahan kasus baru Covid-19 mengalami penurunan. Sulit rasanya mempercayai pemberitaan ini mengingat selama ini Surabaya ataupun Jawa Timur selalu identik dengan zona hitam.
Keberadaan Surabaya sebagai ibu kota bagi Jawa Timur, provinsi dengan ekonomi terbesar kedua di Indonesia setelah DKI Jakarta menjadi krusial. Seperempat dari PDB Jawa Timur disumbang oleh Kota Surabaya. Sementara kota dan kabupaten lainnya hanya menyumbang kurang dari 10%.
Surabaya sebagai pusat ekonomi menjadi tempat bagi banyak orang dari berbagai daerah baik yang berasal dari wilayah Jawa Timur maupun luar Jawa Timur untuk mengadu nasib. Pandemi Covid-19 ini benar-benar membuat ekonomi Kota Surabaya begitu terpukul. Di saat yang sama, lonjakan kasus tidak terbendung, rumah sakit overloaded, hingga angka kematian akibat Covid-19 menjadi yang tertinggi dibandingkan kota-kota lainnya. “Bagai makan buah simalakama, dimakan mati emak, diluahkan mati bapak”. Mungkin pepatah ini cukup menggambarkan situasi atau pilihan sulit yang dihadapi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.

Namun, Pemkot Surabaya membuktikan bahwa dari pilihan tersulit sekalipun dengan usaha dan kerja keras, tentu ada hasil yang bisa dipetik. Perlahan-lahan penambahan kasus Covid-19 pun menunjukkan penurunan. Dimana sebelumnya penambahan kasus baru sempat menyentuh lebih dari 300 kasus per hari, belakangan turun lebih dari 80%, hingga mencapai hanya sekitar 40 kasus baru.

OTG Team pun memutuskan untuk berangkat ke Surabaya dan melakukan sejumlah kunjungan ke berbagai pusat bisnis serta berdiskusi dengan orang-orang yang secara langsung terlibat dalam penanggulangan Covid-19 di Surabaya.
Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo, bentuk semangat gotong royong masyarakat
Dalam kunjungan ini, kami mengamati bahwa kunci sukses dari penanganan Covid-19 di Surabaya adalah pemberdayaan seluruh lapisan masyarakat hingga kelompok terkecil seperti RW dan RT. Mereka memiliki program yang disebut dengan KAMPUNG TANGGUH.
Melalui program ini warga secara sukarela dibagi ke dalam beberapa gugus tugas, mulai dari pencegahan dengan penerapan masuk kampung lewat satu pintu untuk mempermudah pendataan dan pelacakan, pemberian donasi, disinfektan dan sembako bagi yang membutuhkan, hingga dukungan moral bagi warga yang terkonfirmasi positif Covid-19. Pasien Covid-19 yang sudah dinyatakan negatif dan bisa kembali ke rumah justru diberikan sambutan yang hangat oleh seluruh warga dengan harapan mereka bisa lebih semangat dan percaya diri untuk kembali beraktivitas normal.

Kami juga sempat berkunjung ke Pasar Keputran, salah satu pasar tradisional terbesar di Surabaya. Terlihat bahwa suasana pasar begitu ramai dan sibuk, padahal sebelumnya pasar ini sempat ditutup karena banyak pedagang dilaporkan positif Covid-19. Sekarang penjualan mulai meningkat khususnya untuk bahan-bahan kebutuhan pokok seperti ayam, ikan, sayur-sayuran dan berbagai bahan makanan lainnya. Sementara, penjualan buah-buahan atau kelompok yang bukan kebutuhan pokok sedikit lebih lambat.
Ini berbeda dengan pemandangan di Lotte Mart Pakuwon Mal yang justru terlihat sangat sepi. Jumlah pengunjung di hari kerja masih sekitar 20-30% dari kondisi normal. Namun, mulai meningkat hingga 60% pada akhir pekan.
Jalan-jalan ke Mal mewah tapi kok malah sepi
Selain ke pasar tradisional, kami juga mengunjungi beberapa Mal yang ada di Surabaya. Menariknya Mal yang tergolong kelas menengah ke bawah terlihat lebih ramai daripada Mal mewah. Perbandingan yang kami temukan yaitu bazaar yang diadakan oleh Matahari cukup ramai dengan pengunjung dan sebagian dari mereka memang melakukan transaksi, sedangkan toko-toko dengan brand ternama sepi pengunjung.



Ada beberapa hal menarik mengenai protokol yang Mal terapkan untuk menghadapi Covid-19, yaitu jalan satu arah dan jumlah maksimum pengunjung di tiap toko. Khusus untuk jalan satu arah hanya kami temukan di Mal-Mal mewah saja. Tujuan dari peraturan tersebut adalah agar tidak ada pengunjung yang saling berhadapan dan juga memiliki ruang agar tetap bisa menjalankan protokol jaga jarak.

Dengan sepinya beberapa Mal yang kami kunjungi, lalu bagaimana dengan nasib para pekerja di Mal tersebut seperti satpam dan cleaning services. Dalam kunjungan ke Pasar Atom, seorang Satpam yang kami temui bercerita bahwa penghasilan yang dia bawa pulang berkurang dibandingkan dengan ketika keadaan normal. Hal yang sama juga dirasakan oleh petugas cleaning service di tempat tersebut. Perlu kita ketahui bahwa satpam dan cleaning service yang bekerja di Mal dibayar berdasarkan jumlah jam kerja. Namun, dia mengaku begitu senang karena dipanggil kembali untuk bekerja seiring dengan jumlah pengunjung yang semakin ramai. Sebelumnya dia dan lebih dari 20 rekan kerja petugas kebersihan lainnya (sekitar 40% dari total pekerja) sempat dirumahkan selama lebih dari 2 bulan.

Sudah lebih dari setengah tahun kami tidak naik pesawat yang dikarenakan virus Covid-19 melanda. Untuk menjawab rasa rindu dan penasaran dengan layanan penerbangan disaat pandemi, maka kami memutuskan untuk menggunakan pesawat dalam kunjungan ke Surabaya. Setibanya di bandara Soekarno-Hatta, kami langsung menuju ke loket untuk melakukan verifikasi hasil pemeriksaan Covid-19 yang wajib dilakukan oleh seluruh calon penumpang. Terlihat sudah cukup banyak orang yang mengantri mengingat saat itu masih jam 4 pagi. Namun yang menjadi perhatian kami adalah ketertiban masyarakat dalam menjaga protokol Covid-19, dimana mereka tetap menjaga jarak dan tetap menggunakan masker.


