

Saking terkenalnya penyakit ini, ketika sedang merasa kurang fit, hal pertama yang langsung terlintas adalah... Masuk angin. Rasanya masuk angin selalu menjadi momok. Sedang berada di daerah yang agak dingin dan berangin tanpa memakai pakaian tebal? Pasti langsung meyakinkan diri secara tidak sadar bahwa masuk angin akan segera menghampiri Anda. Saking takutnya kena masuk angin, berbagai barang penangkal masuk angin pun wajib untuk dibawa.
Masuk angin sering disebut-sebut sebagai penyakitnya orang Indonesia. Pasalnya orang-orang di belahan dunia mana pun tidak mengenal jenis penyakit yang satu ini. Bahkan dalam dunia kedokteran sekalipun sebetulnya tidak terdapat istilah masuk angin. Ya, ini menjelaskan kenapa ada terjemahan ngawur Enter Wind tadi.
Yang jadi pertanyaan adalah sebenarnya apa itu masuk angin? Masuk angin biasanya ditandai dengan gejala demam, badan pegal-pegal, kembung atau mual, buang angin secara terus-menerus, batuk, flu, merasa kedinginan atau pusing. Banyak deh gejalanya, tergantung orangnya.
Yang pasti sakit masuk angin yang dimaksudkan bukanlah karena literally kemasukan angin dari luar ke dalam kulit atau tubuh, melainkan karena beberapa faktor. Penyebabnya bisa karena respon tubuh terhadap perubahan cuaca, menurunnya daya tahan tubuh, infeksi dalam tubuh baik karena bakteri atau virus dan lainnya. Dengan demikian, cara mengatasinya pun berbeda-beda, tidak serta merta semuanya bisa diatasi hanya dengan dipijat atau kerokan.
Seiring dengan perkembangan dunia medis dan kesehatan, Kami Sucor Extreme On-The-Ground (OTG) Team pun penasaran, apakah masyarakat khususnya anak-anak muda masih percaya dengan penyakit-penyakit yang identik dengan kearifan lokal seperti masuk angin tersebut. Serta bagaimana tingkat kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan khususnya selama masa pandemi ini.
Untuk itu kami pun melakukan survei dengan melibatkan lebih dari 400 responden di seluruh Indonesia dan juga mengunjungi sejumlah apotek dan toko obat di sekitar Jabodetabek.

Masuk angin adalah salah satu penyakit yang paling sering dialami. Ini adalah hasil survei terhadap responden dari semua kategori umur, khususnya anak-anak muda usia dibawah 35 tahun. Selain masuk angin, penyakit lainnya yang sering diderita adalah sakit kepala dan masalah lambung (maag/ gastric). Dan ketika mereka mengalami masuk angin, Tolak Angin menjadi obat yang paling banyak diminati oleh responden

Selain mendistribusikan kuesioner, kami juga melakukan channel checks ke sejumlah apotek dan toko obat di wilayah Jabodetabek. Kami melihat bahwa terdapat kenaikan yang sangat signifikan pada penjualan vitamin dan supplement selama pandemi. Kenaikan tersebut terjadi hampir di seluruh merk dan kategori vitamin baik vitamin untuk anak maupun orang dewasa.
Lebih jauh, hal ini ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Di US penjualan vitamin sudah melonjak sejak bulan April. Ini mengindikasikan bahwa masyarakat menyadari betapa pentingnya menjaga daya tahan tubuh agar terhindar dari infeksi virus Covid-19.
Menariknya bahkan vitamin-vitamin merk tertentu seperti Blackmores, Imboost, Ester-C atau Enervon-C di awal masa Covid-19 sempat mengalami kehabisan stok. Namun, sekarang persediaan sudah mulai stabil kembali.

Kenaikan penjualan vitamin tersebut juga sekaligus menaikkan penjualan obat-obatan bebas atau dikenal dengan sebutan obat OTC (Over-The-Counter) yaitu obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter. Kenaikan ini disebabkan oleh khawatiran masyarakat untuk berkunjung langsung ke rumah sakit atau ke klinik dokter karena Covid-19. Ditambah lagi sejumlah protokol kesehatan yang harus ditaati ketika harus periksa ke dokter yang tentu Sehingga mereka yang mengalami sakit ringan, cenderung lebih memilih untuk mengobati sendiri menggunakan obat-obatan OTC.
Selain karena kenaikan penjualan vitamin dan supplement, kenaikan penjualan obat OTC juga disumbang oleh kenaikan penjualan obat-obatan tradisional herbal. Selama pandemi, obat herbal menjadi semakin popular di masyarakat dari berbagai kalangan usia baik tua maupun muda dan selalu mendapat tempat khusus di berbagai toko obat.
Kami juga sempat berbincang dengan beberapa pembeli yang sedang mengantri dan beberapa pekerja di apotek, mereka mengatakan bahwa biasanya pembeli lebih ramai di sore menjelang malam hari, karena orang-orang sekalian hendak pulang ke rumah setelah bekerja. Mereka membeli berbagai macam obat-obatan mulai dari obat tradisional seperti Tolak Angin, Promag, Green Fit; Obat modern seperti paracetamol dan ibuprofen hingga berbagai jenis multivitamin. Sementara penjualan obat dengan resep dokter (Prescription) di kebanyakan apotek dan toko obat cenderung mengalami penurunan. Akan tetapi, di apotek yang terintegrasi dengan klinik, penjualan prescription sudah mulai kembali normal dalam beberapa bulan terakhir.
Selama kunjungan itu kami juga terkesima melihat bagaimana upaya pengelola toko memperlengkapi toko mereka sehingga pembeli maupun pekerja di toko tersebut tetap merasa aman dan nyaman. Mereka bahkan membuat jalur keluar masuk satu arah, memasang penutup plastik, membatasi jumlah orang yang boleh masuk ke dalam toko secara bersamaan dan bahkan mengatur kerumunan orang di parkiran toko.
Secara keseluruhan, kenaikan penjualan obat OTC selama pandemi tentu membawa dampak yang positif bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang farmasi dan kesehatan seperti SIDO dan KLBF.

Penyedia layanan kesehatan berbasis teknologi digital di Indonesia selama beberapa tahun terakhir semakin marak. Namun, kami mengamati bahwa kontribusi penjualan dari online masih relatif sangat kecil dibandingkan dengan penjualan di toko secara langsung.
Bahkan hanya ada sekitar 20% dari responden kami dalam survei ini yang mengaku sudah pernah menggunakan layanan kesehatan online. Padahal ada banyak kemudahan dan layanan kesehatan yang ditawarkan mulai dari konsultasi dengan dokter, pemesanan tes lab hingga pembelian obat. Hal ini menyiratkan bahwa masyarakat belum begitu terbiasa dengan layanan ini. Akan tetapi ke depan, kami melihat bahwa pandemi ini tentu akan semakin mempercepat penetrasi layanan kesehatan berbasis teknologi digital di Indonesia.

