

Jika kita perhatikan baik-baik di video yang saya kutip di bawah ini, ternyata ada orang ketiga yang ikut berlomba menjadi ‘pemimpin negara terkuat di dunia’, melawan Mike Pence dan Senator Kamala Harris.

Kenapa harus mendarat di rambut Pence? Kemana dia terbang setelah nongkrong dua menit bersantai ikut pidato? Apa sih opini si lalat soal COVID-19? Dia sudah scan suhu badan dulu sebelum masuk gedung atau tidak? Apakah ia penyebar virus COVID? Bagaimana opini si lalat tentang social injustice yang sedang marak di Amerika? – tanya saya yang mungkin terlalu banyak analisa.
Maafkan jika mungkin saya agak distracted dengan lalat tersebut – jujur agak sulit untuk menonton seri debat calon pemimpin negara yang terus menjelek-jelekan dan memotong pembicaraan satu sama lain daripada membangun argumen yang kuat. Sekarang, jarang kita bisa melihat sosok negarawan yang elegan seperti zaman dulu, tutur kata yang teratur, pidato yang sangat menginspirasi gaya Lyndon B Johnson, atau Abraham Lincoln. Zaman itu sudah lewat. It feels like a distant past!



Mungkin fenomena inilah yang membuktikan bahwa generasi saya terlalu menikmati gangguan – atau distraction. Kita semua, tentunya termasuk saya sendiri, menjadi orang yang sulit fokus pada hal-hal penting. Kali ini, saya pun akui kelemahan generasi saya ini.
Apakah itu semua ulah teknologi dan sosial media yang membuat kita terbiasa dengan gambar, atau video untuk menyerap informasi baru? Apa kita sudah jarang membaca yang membuat kita lebih fokus?
Suatu riset dari Microsoft bercerita bahwa fokus manusia sudah turun jauh dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, persis seperti zaman kemajuan teknologi dan hilangnya daya baca.
Di tahun 2000, kita hanya tahan rata-rata 12 detik untuk informasi tertentu dalam sehari.
Sekarang, parahnya, kita hanya bisa bertahan 8.25 detik! Selamat… fokus kita sekarang sudah kalah dengan gold fish yang bisa tahan sedikit lebih lama, yakni sekitar 9 detik.
Sekarang mungkin Anda sadar bahwa kita semua sangat mudah terkecoh dengan tajuk berita yang menipu, atau hoax. Banyak penikmat sosial media percaya suatu informasi hanya dari kulitnya saja.
Kebayang kan? Mungkin saja itu penyebab banyak demo buruh yang tidak membaca tentang Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja yang baru saja lulus ujian kepemerintahan. Kalau hanya bisa bertahan 12 detik, bagaimana cara rata-rata masyarakat menelaah lebih dari 900 halaman tebal dari Omnibus Law? Pasalnya, belum membaca, tetapi langsung mendemo di jalan dan membakar aset negara (di kasus kemarin, halte bus HI).
Mungkin itulah hikmah yang kita semua bisa dapat dari lalat si Mike Pence. Kita diingatkan sekali lagi untuk tidak terlalu tergiur oleh gangguan-gangguan kecil (dan hitam, bersayap?). Sebagai investor saham, kita bisa belajar:
Jangan terlalu terpancing oleh informasi yang setengah-setengah.
Jangan terlalu berani membeli saham tanpa mempelajarinya.
Jangan terlalu takut saat isu-isu buruk menimpa saham yang Anda pegang.
Jangan terlalu nafsu berjudi, dan ikut-ikutan hanya karena teman sebelah kita cuan besar di saham gorengan.
Tetap zen, tetap sabar, dan tetap fokus. Mungkin itu kuncinya sebagai investor di zaman sekarang. Kalau kita sabar dan berhati-hati dalam berinvestasi, dan tahan terhadap gangguan, mungkin kita bisa meraih keuntungan besar.
Saya ingin mengutip kalimat terkenal dari Warren Buffet untuk menutup blog kali ini, tapi mungkin dengan sedikit twist:
“The stock market is a device for transferring money from the unfocused to the focused” atau “Pasar saham adalah alat untuk mentransfer uang dari orang yang tidak fokus ke yang lebih fokus.”